Wagely Blog

Cashless Society yang Bijak Memanfaatkan Kemudahan

Written by Kevin Hausburg | Apr 1, 2022 6:28:26 AM

Sekarang jamannya cashless. Lihat sekeliling kita, hampir dipastikan punya rekening m-banking atau sedikitnya akun dompet digital. Praktis, urusan bayar ini-itu tinggal klik. Promonya juga banyak. Tapi ingat, risiko cashless tetap ada. Jadi, harus bijak!


Sebetulnya bukan baru kali ini kita mendengar istilah cashless, bukan? Kemajuan dunia perbankan yang mengimbangi perkembangan teknologi digital yang mendorong berkembangnya gaya hidup serba-online sejak 5 – 10 tahun silam ini sebenarnya sudah menjanjikan hadirnya kebiasaan “non-tunai” hari ini. 

Hanya saja, pandemi COVID-19 ini seolah mendorong untuk mendeklarasikan kembali urgensi dan gaya hidup cashless di masyarakat kita sekarang. Bukan bermaksud sombong atau sok modern, gaya cashless juga diyakini sebagai bagian upaya mengantisipasi penularan virus COVID-19 yang dimediasi melalui perpindahan uang fisik. Yes, selama pandemi ini kita memang dianjurkan untuk mengurangi konfak fisik, baik dengan orang maupun barang, yang berpotensi memicu penularan virus. Nah, pembayaran dengan uang tunai memiliki risiko menularkan virus yang menempel pada permukaannya. Oleh karena itu, cashless menjadi pilihan bertransaksi paling bijak di masa pandemi ini. 

Rasanya kita harus akui bahwa COVID-19 adalah “the game changer”. Banyak aspek kehidupan yang dipaksa berubah lantaran pandemi ini. JakPat, aplikasi jejak pendapat online dalam laporan survei bertajuk “New Normal: Life after COVID-19 – JAKPAT Survey Report 2020” beberapa waktu menyebutkan bahwa COVID-19 telah mempengaruhi terjadinya perubahan gaya hidup di sejumlah responden surveinya. Ada 4 aspek yang mengalami perubahan besar, yaitu: personal hygiene (91%), online activities (83%), health awareness (64%), dan munculnya hobi atau skill baru (46%).

Well, boleh percaya boleh juga tidak, di era “New Normal” seperti sekarang ini, kita menjadi lebih aware dengan persoalan personal hygiene, mulai dari mengenakan masker di manapun, mencuci tangan lebih sering, membawa hand sanitizer ke manapun, dan semprot-semprot disinfektan. Kita juga lebih peduli dengan urusan kesehatan dan kebugaran dengan berolahraga dan rutin mengonsumsi vitamin.

Nah, satu lagi yang juga terlihat besar sekali perubahannya adalah pandemi mendorong kita lebih akrab dengan dunia online. Semuanya mengandalkan internet. Aktivitas secara digital menjadi pilihan terdepan. Kini, kita benar-benar dibuat nyaman dengan istilah work from home, zoom meeting, belajar online, online shopping, bahkan konsultasi online dengan dokter lewat aplikasi. 

Ya, kalau boleh jujur, gaya hidup ini bukan terbilang baru. Ingat lagu Saykoji yang berjudul “Online”? Itu saja sudah populer tahun 2009-2010 silam. Di kita, munculnya gerakan cashless sudah dimulai sejak berkurangnya transaksi tunai karena digantikan oleh transaksi non-tunai menggunakan e-money dan kartu debit atau kredit yang difasilitasi bank dan munculnya dompet digital. Sebelum GoPay dan OVO sejak 2016/2017 dan populer seperti sekarang, sebetulnya sudah ada T-Cash dari Telkomsel yang menggagas ide cashless pada 2006/2007 silam, meski ide pembayarannya masih sederhana. Pemerintah juga mendukung tren transaksi nirsentuh ini dengan mencanangkan gerakan bernama Gerakan Non Tunai (GNTT) oleh Bank Indonesia pada tahun 2014. 

Nyatanya hingga kini sudah banyak dari kita yang beralih ke transaksi digital. Dan, cashless seolah menjadi gaya hidup sekaligus kebutuhan penting. Terlebih lagi, transaksi-transaksi yang bisa dilakukan secara digital kini juga kian beragam. Memanjakan kita memenuhi segala kebutuhan kita sehari-hari, dari mentransfer uang ke rekening bank atau nomor telepon yang dituju, membayar tagihan listrik dan air, membeli pulsa dan paket internet, memesan tiket bioskop, membayar transportasi umum, membeli makanan dan minuman, sampai bahkan bersedekah. Dari belanja bulanan yang ratusan ribu atau jutaan, sampai membeli Boba yang hanya beberapa ribu rupiah, semuanya cashless. Berbagai fasilitas umum, semisal restoran, kafe, pusat perbelanjaan, transportasi umum, sampai toko-toko UMKM, pun beradaptasi dengan menyediakan pembayaran nirtunai dengan dompet digital. Tinggal scan, beres!

Bukan lantaran praktis semata, iming-iming promo diskon dan cashback yang ditawarkan para penyedia financial technology (fintech) terbukti sukses merayu masyarakat dalam menggunakan dompet digital dan tampil cashless. DANA, OVO, GoPay, dan Shopeepay terhitung paling gencar menawarkan promo.

Memang, dengan cashless dan dompet digital, kita tak perlu lagi membawa uang fisik yang rawan hilang. Kita juga tak perlu bingung mencari ATM untuk mengambil uang. Terlebih, kita juga tak perlu repot-repot mengantre kalau hanya untuk membayar tagihan, karena semua itu kini bisa dilakukan melalui dari rumah.

Ada minusnya juga, lho

Pembayaran cashless memang banyak mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi penggunanya. Namun, kita juga tetap harus bijak melakukan transaksi nontunai karena bukan tak mungkin malah menjadi boomerang. Kenapa? Penerapan gaya hidup cashless harus didukung perencanaan finansial yang bijak oleh penggunanya. Salah satu aspek yang menjadi “red notice” para penasihat keuangan atas gaya hidup cashless adalah cenderung membuat lebih konsumtif dan boros. Bukan rahasia lagi, kemudahannya dan berbagai promosi seperti diskon dan cashback yang ditawarkan penyedia fintech, bank, dan merchant jadi triger-nya. Jeleknya, masyarakat umumnya mudah tergoda. Tak hanya boros dan konsumtif, jebakan utang online juga menanti kelengahan cashless society ini. 

Tak kalah penting, cashless juga rawan cyber crime. Transaksi secara digital umumnya membutuhkan aplikasi dengan penyertaan identitas saat pendaftaran dan kode approval saat bertransaksi. Nah, data-data ini sangat rentan bila disalahgunakan, baik “bocor” akibat kesalahan sistem maupun peretasan pihak lain, yang tentunya merugikan konsumen. 

Jangan lupa, transaksi cashless juga bergantung pada kelancaran teknologi pendukung, akses server, listrik, dan sinyal seluler. Nah, semisal terjadi gangguan maka transaksi tidak bisa dilakukan. Begitu juga saat terjadi gangguan akibat bencana alam. Gangguan itu tentu akan merugikan para pengguna, utamanya di saat-saat penting. Tak bisa dipungkiri, akses cashless di negeri kita juga masih terbatas mengingat distribusi sinyal selular yang masih terbatas.

Lalu, solusinya?

Meski dengan segelintir kelemahan tersebut, bukan berarti kita mengurungkan niat untuk masuk dalam kebiasaan baru yang memudahkan sekaligus menguntungkan. Bahkan, pemerintah juga merasakan manfaat atas maraknya penerapan kebiasaan cashless ini, di antaranya kemudahan pengawasan peredaran uang secara digital dan berkurangnya urgensi mencetak uang fisik. 

Lantas, bagaimana sebaiknya menyiasati gaya hidup cashless? Resepnya lagi-lagi pada perencanaan keuangan yang bijak dan dibarengi kemelekan terhadap teknologi finansial yang digunakan.


  1. Sediakan saldo sesuai kebutuhan
    Selalu bijak dalam bertransaksi. Pembayaran dengan uang tunai atau non-tunai tetap sama-sama berisiko jika tak dikendalikan. Makanya, sediakan saldo secukupnya sesuai kebutuhan. Bila perlu isi saldo dompet digital saat hanya akan digunakan.

  2. Ada uang, ada barang
    Selain itu pastikan kita berdisiplin. Prinsipnya: ada uang ada barang! Ini prinsip agar kita tidak terjebak utang dan masuk perangkap pinjaman online atau fasilitas paylater yang menggoda.

  3. Promo is a must!
    Belanja hemat itu keharusan. Jadi pastikan “mencentang” semua tawaran promo diskon atau cashback yang tersedia saat kita berbelanja dan bertransaksi secara online dan cashless. Nah, yang harus dihindarkan adalah panic shopping karena promo berlimpah.

  4. Melek teknologi
    Kerugian menggunakan aplikasi fintech dan teknologi cashless bukan semata-mata karena kejahatan orang lain, melainkan juga kelalaian penggunanya. Jadi pastikan kita mempelajari benar-benar fitur transaksi yang disediakan, term & condition, termasuk untuk tidak sembarangan membocorkan pin, password, atau data penting lainnya saat transaksi

  5. Fight the Cyber Crime

    Memerangi kejahatan cyber, kita dituntut untuk proaktif dalam melindungi rekening kita dengan tindakan preventif yang mempersulit peretasan. Sedikitnya, pastikan mengganti pin/password secara berkala.  

Jadi, tidak ada salahnya menjadi bagian dari cashless society dunia, tetapi harus ada antisipasi untuk masalah atau risiko buruk sehingga tidak terjadi kerugian. Are you ready to be cashless society!